Pages

Jumat, 26 November 2010

Dia kok beda, aku malu ah,,,

Memang terkadang menyakitkan bagi seseorang yang berbeda dari yang lain. Apa lagi yang lain itu terlihat jauh lebih baik dari apa yang kita miliki. Seseorang selalu merasa dirinya lemah, kurang baik, merasa tidak percaya diri, pesimis dan sebagainya bila melihat yang lain itu terasa lebih diterima dari milik kita. Sehingga jalan satunya-satunya agar tidak tertindas atau merasa malu karena lain dari yang lain itu, seseorang lebih cenderung menyulap dirinya menjadi seperti apa yang banyak diakui oleh umum. Menilik pada contoh novel salah asuhan dimana Hanafi, malu akan jati dirinya sebagai seorang pribumi, sehingga dia membenci dan bahkan ingin membuang budaya yang menjadi identitasnya tersebut.
Indonesia memiliki berbagai macam ragam kebudayaan. Mulai dari yang nampak sampai yang abstrak. Kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta, yaitu buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal. Salah satunya adalah budaya unggah ungguh yang notabene menjadi karakter umum orang Indonesia. Salah satu masalah yang ada pada novel salah asuhan, Hanafi memperdebatkan masalah kesopanan yang dimiliki orang Indonesia. Mengutip dialog Hanafi dalam novel tersebut “Kesopanan ? Apakah perbuatan kita, duduk berhadapan antara satu meter jaraknya, dibatasi oleh meja teh, di tempat terang dan pada waktu yang lazim dipergunakan orang buat berkunjung-kunjungan, boleh dikatakan melanggar peri kesopanan ?"Jadi bagiku, sungguhlah gelap batas undang-undang kesopanan itu—sebab ia tidak tersurat." Dalam uraian tersebut Hanafi merasa terikat oleh budaya yang dimilikinya, padahal orang yang diajaknya berdebat, Corrie, dia sangat dapat mengerti dan menghormati budaya Hanafi. Tapi mengapa Hanafi sangat membenci yang menjadi budayanya tersebut. Dari novel tersebut diungkapkan bahwa Hanafi merasa tidak nyaman dengan berbagai peraturan yang ada pada budayanya. Dia merasa ingin bebas seperti budaya barat pada umumnya. Dia ingin dapat menyalurkan cintanya kepada Corrie tapi tidak tersampaikan karena adat yang mengikatnya.
Hermianto dan Winarno (2009) dalam buku ilmu sosial dan budayanya menyatakan bahwa kepentingan hidup manusia adalah dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mungkin bagi Hanafi kepentingan hidupnya hanyalah Corrie. Sehingga dia mengabaikan semua aturan budaya. Hermianto & winarno juga menyebutkan bahwa daerah berlakunya norma etik relative universal, meskipun tetap dipengaruhi oleh ideologi masyarakat pendukungnya. Itu mengapa Hanafi selalu membandingkan dengan budaya yang dilihatnya pada umumnya walaupun dia hidup dilingkungan yang dominan dengan adat minang di sekitarnya.
Dari cerita Hanafi, sebenarnya bagaimana latar belakang Hanafi itu sendiri. Bagaimana dia dibesarkan. Apakah dia dibesarkan berdasarkan budaya minang atau yang lainnya. Menurut Hermianto dan Winarno (2009) budaya itu diturunkan secara vertikal dari generasi sebelum ke generasi berikutnya untuk digunakan dan diterapkan dalam kehidupan sehari hari. Tetapi budaya itu bisa juga ditolak oleh generasi penerima bila budaya tersebut dirasa tidak sesuai dengan kepribadian si penerima dan juga tidak sesuai dengan pekembangan jaman pada saat itu. Bila dilihat dari sudut budaya minang, Masyarakat Minangkabau adalah suatu masyarakat yang menganut sistem Matriarileneal dimana garis Ibu lebih dominan dan hukum kewarisan mengikuti garis Ibu, yang mungkin satu-satunya di-Indonesia. Dengan sistem ini, penguasaan harta pusaka dipegang oleh kaum perempuan sedangkan hak kaum pria dalam hal ini cukup kecil. Sebenarnya penulis belum mengerti benar bagaimana pengaruh budaya tersebut dengan kedudukan Hanafi sebagai anak tunggal laki-laki dalam keluarganya. Apakah karena dia merasa seorang laki-laki, sehingga dia merasa berhak memutuskan apa yang menjadi kehendaknya.
Melihat cerita dari seorang Hanafi, sepertinya hal tersebut tidak lepas dari pengaruh globalisasi. Dimana globalisasi mengubah cara berpikir Hanafi terhadap budayanya. Hermianto & Winarno (2009) mengatakan bahwa pengaruh globalisasi tehadap sosial budaya adalah masuknya nilai-nilai dari peradaban lain. Mereka mengatakan bahwa globalisasi mengakibatkan timbulnya erosi nilai-nilai sosial budaya suatu bangsa yang menjadi jati dirinya. Tetapi alangkah baiknya apabila budaya itu dijaga dan dilestarikan karena budaya tersebut adalah sebuah amanah yang berupa hadiah dari leluhur kita. Memang kita harus menyesuaikan dengan perkembangan jaman sekarang, kita boleh menerima masuknya globalisasi tapi tetap menjaga nilai budaya kita sebagai pedoman identitas kita. Sebaiknya kita menyikapi adanya globalisasi dengan memanfaatkan peluang yang ada tanpa mengabaikan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam budaya kita. Karena budaya tersebut adalah identitas yang menunjukkan siapa kita dan yang membedakan kita dari orang lain. Apabila kita yang memilikinya tapi tidak mau menjaganya, apabila suatu saat seseorang mengambilnya dari kita. Lalu siapa yang harus dipersalahkan???

1 komentar:

an.pane mengatakan...

kalo harus mendeskripsikan dalam poin-poin, apa aja yang mau kamu tulis sebagai deskripsi yang dapat membedakan kamu dengan orang lain?

Posting Komentar